Memaknai kemerdekaan negara indonesia, kita patut merenung dan menoleh ke belakang. Apakah kemerdekaan yang sudah lama kita raih dengan perjuangan heroik para pahlawan bangsa itu telah dapat kita nikmati dengan sempurna sekarang? Apakah cita-cita bangsa yang diikrarkan para founding fathers itu sudah terwujud sampai sekarang?
Para pendiri bangsa mungkin akan sedih, bila menyaksikan keadaan sekarang. Kemerdekaan yang sudah begitu lama ternyata tak sanggup kita isi dengan tinta emas sebagai generasi penerus. Masih banyak rakyat miskin. Rakyat belum merasa memiliki negara yang menjamin kesejahteraan mereka. Para pemimpin sibuk memikirkan kekuasaan, lupa akan rakyatnya. Hukum rimba pun bicara, yang kuat menang dan yang lemah makin merana.
Patut kita simak celoteh Sutardji Calzoum Bachri, Sang Presiden Penyair Indonesia, dalam sajak “Tanah Air Mata” :
Tanah air mata tanah tumpah dukaku
mata air air mata kami
air mata tanah air kami
disinilah kami berdiri
menyanyikan air mata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
….
Selain itu, rasa persatuan dan kesatuan yang lama kita pupuk dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika, lambat laun kelihatan mulai memudar. Benih-benih perpecahan mulai tampak disana-sini. Orang mulai mengutamakan kepentingan golongannya sendiri diatas kepentingan bersama.
Tapi masih ada secercah harap di gelap gulita. Seperti yang diperlihatkan tunas-tunas bangsa dalam memperingati hari kemerdekaan di kampung-kampung. Salah satunya saat mengikuti perlombaan, mereka tetap ceria dan mengedepankan persahabatan. Mereka terlihat mensyukuri perjuangan para pendahulunya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Ya…mereka dapat dijadikan salah satu cermin kehidupan berbangsa dan bernegara dalam menjunjung tinggi arti dan makna kemerdekaan.
Berikut sepenggal Nayid karya Emha Ainun Nadjib, yang mungkin akan mengingatkan kita tentang arti sebuah kemerdekaan :
Kemana anak-anak itu, anak-anak yang dilahirkan oleh bangsa ini dengan keringat, luka, darah dan kematian
Anak-anak yang dilahirkan oleh sejarah dengan air mata tiga setengah abad
Anak-anak yang bernama kemerdekaan
Anak-anak yang bernama hak makhluk dan harkat kemanusiaan
Anak-anak yang bernama cinta dan kasih sesama
Anak-anak yang bernama indahnya kesejahteraan
Anak-anak yang bernama keterbukaan dan kelapangan
Tapi kita iseng
Kita tidak serius terhadap nilai
Terhadap Allah pun kita bersikap setengah hati
Salam…Merdeka!!
(yulee/kwp/doc.Istimewa)
Tinggalkan komentar